Mau jadi apa saya
nanti? Seorang insinyur, pengusaha, manager marketing, sarjana muda, atau
seorang penggangguran? Pertanyaan tersebut selalu menghantui disaat kita
termenung sendiri. Mungkin itu yang disebut pendewasaan, pencarian jati diri
yang sesungguhnya. Rasanya belum siap menghadapi kenyataan hidup, takut
tertinggal saingan dan rekan-rekan seangkatan.
Tuhan memang tidak
ada bahkan tidak akan pernah menciptakan manusia dengan segala kebutuhannya
yang dapat terpenuhi secara sempurna dengan usahanya sendiri tanpa bantuan
orang lain. Saat pertama kali aku mendengar kisah broken home dari seorang teman saat duduk di bangku SMA, saya
sangat mensyukuri atas apa yang telah diberikan tuhan kepada saya. Keluarga
yang utuh, kebutuhan ekonomi yang tertutupi walaupun hanya pas-pasan. Kisah
seorang anak perempuan yang harus menerima kenyataan hidup bahwa orang tuanya
berpisah sejak ia berusia satu tahun. Kisah tersebut mengingatkan kita pada
sebuah slogan “Harta yang paling berharga
adalah keluarga”. Tanpa keluarga apapun yang kita miliki secara materi akan
terasa hampa. Beruntunglah aku memiliki keluarga yang utuh, yang mau mendukung
apa yang aku impikan.
Berbicara masalah
impian, kita pasti akan dihadapkan dengan permasalahan “Apa bakat yang aku miliki?” dan “Apakah bakat tersebut sesuai dengan minat yang saya inginkan?”.
Setiap hari pertanyaan itulah yang selalu menghantui. Pertanyaan yang
seakan-akan membuat kita down dalam
mengejar impian. Meraih impian itu bukan seperti memasak sayur tanpa garam yang
menghasilkan masakan kurang sempurna. Artinya walaupun kita berdo’a dan meminta
kepada tuhan setiap waktu kalau tanpa ada usaha yang kita kerjakan itu sama
halnya dengan meminta gaji tanpa pekerjaan, menerima hak tanpa melaksanakan
kewajiban.
Saat masih kecil kita
ingin melakukan hal yang dilakukan oleh orang dewasa. Memakai pakaian yang menor, berbahasa yang agak aneh,
sampai-sampai bergaul dengan orang dewasa agar terlihat lebih dewasa. Tapi apa
mungkin hal demikian dapat menunjukkan bahwa kita telah dewasa? Jawabnya tentu
tidak. Akan tetapi perlahan tapi pasti pendewasaan itu pasti akan datang dengan
sendirinya dalam setiap diri individu manusia masing-masing. Anak kecil bilang
dewasa itu enak, dewasa itu bebas, dan yang lebih dewasalah yang berhak
berkuasa. Kalau diantara kalian yang merasa sudah dewasa beranggapan demikian
pula berarti sesungguhnya anda masih kecil, “Kenapa
begitu? Usia saya sudah cukup” mungkin pertanyaan itu yang akan muncul
dibenak anda. Pertanyaan tersebut mungkin ada benarnya menurut hukum dan pasal
tentang Lembaga Informatika bahwa usia saja sudah cukup untuk menjamin
dewasanya seseorang. Berbeda dengan dewasa yang dimaksud saat anda tes masuk
perguruan tinggi, mungkin anda akan disuguhkan soal-soal logika yang pada
umumnya dikatakanlah hal yang sepele. Tapi tahukah anda? Soal-soal pada tes
tersebutlah yang akan membuktikan apakah anda sudah dewasa atau belum. Dewasa
secara usia dan cara berfikir tentunya.
Jadi proses
pendewasaan itu tidak hanya dilihat dari usia yang kita lampaui, melainkan dari
cara berfikirlah kita yang membuat kita menjadi terlihat lebih dewasa. Mampu
berfikir tentang kenyataan hidup, bersiap untuk tatangan hidup, bersikap peduli
dan tidak masa bodoh terhadap suata hal. Saat timbul pertanyaan dibenak anda “Mau jadi apa saya nanti?” bersyukurlah
berarti anda telah dewasa, dewasa dalam berfikir tentunya. Untuk langkah
selanjutnya adalah memikirkan bagaimana kita bisa melalui hidup ini. Pernah sya
mendengar dalam suatu seminar, “Jangan
biarkan hidup itu mengalir seperti air!”. Artinya kita harus berusaha dan
terus berusaha agar hari esok menjadi lebih baik dari hari ini, kita harus
melawan arus tersebut sampai kehulu-hulunya. Orang yang membiarkan hidupnya
mengalir seperti air adalah orang yang tidak mau berusaha untuk menjadi yang
lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar